Setelah belasan tahun tidak aktif menulis blog, saya mulai merasakan ada sesuatu yang hilang. Rasanya kurang lengkap jika tidak bisa menyampaikan apa yang ada di kepala saya. Selama masa vakum, mungkin saya memiliki komunitas atau organisasi yang menjadi ruang berbagi pikiran, ide, dan cerita. Namun, setelah berhenti aktif berorganisasi, ada keinginan yang tak terungkap di dalam diri saya.
Pikiran saya terus berputar, seolah tak pernah berhenti. Di luar jam kerja, saya tetap memikirkan pekerjaan, isu-isu sosial, politik, parenting, kesehatan, dan topik lainnya. Saya kerap mempertanyakan apa yang saya baca dan lihat di sekitar. Misalnya, ketika melihat konten pencitraan politisi, saya tergerak untuk memahami dampak dari setiap pernyataan yang dilontarkan. Begitu pula ketika menemukan komentar-komentar kurang bijak di media sosial, pikiran saya dipenuhi pertanyaan.
Di tengah pikiran-pikiran yang terus berputar ini, saya menyadari bahwa menulis bisa menjadi sarana untuk melepaskan beban pikiran tersebut. Dengan menuangkan ide-ide dalam tulisan, saya bisa mengurangi kecenderungan berpikir berlebihan tentang hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan saya. Memikirkan komentar netizen yang tidak berdasar, misalnya, jelas tidak membawa manfaat. Namun, ada saja keinginan untuk memahami bagaimana orang bisa merasa nyaman mengekspresikan kebodohannya di ruang publik. Atau, mengapa politisi yang lebih fokus pada pencitraan tetap mendapat pujian bak pahlawan dari pengikutnya.
Alasan inilah yang mendorong saya kembali untuk ngeblog. Mungkin, dengan menulis di blog, saya bisa menyalurkan ide dan opini secara lebih positif, alih-alih berkomentar di media sosial yang cenderung reaktif dan tanpa arah. Menulis blog memberi saya kesempatan untuk lebih selektif dalam memilih topik, memungkinkan saya berbicara tentang hal-hal yang lebih terstruktur dan relevan bagi diri saya.
Menariknya, di era teknologi seperti sekarang, AI bisa membantu proses penulisan menjadi lebih mudah. Menulis terkadang bisa menjadi tugas yang melelahkan—merapikan kalimat, memeriksa typo, dan membaca ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan. Namun, dengan bantuan AI, saya dapat memperbaiki tata bahasa dan struktur kalimat dengan lebih cepat dan efisien. AI memungkinkan saya fokus pada isi dan pesan yang ingin saya sampaikan, tanpa harus terganggu oleh aspek teknis yang memakan waktu.
Terima kasih telah membaca tulisan pertama saya ini. Semoga tulisan-tulisan selanjutnya bisa memberikan manfaat, baik bagi saya sebagai penulis, maupun bagi Anda sebagai pembaca.
Leave a Reply